Minggu, 02 Februari 2014

PENGARAHAN & PENGEMBANGAN ORGANISASI (Kepemimpinan)





PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Dalam bahasa Indonesia "pemimpin" sering disebut penghulu, pemuka, pelopor, pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntun, raja, tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah Memimpin digunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya mempengaruhi orang lain dengan berbagai cara. Istilah pemimpin, kemimpinan, dan memimpin pada mulanya berasal dari kata dasar yang sama "pimpin". Namun demikian ketiganya digunakan dalam konteks yang berbeda.
Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam sistem tertentu; karenanya seseorang dalam peran formal belum tentu memiliki ketrampilan kepemimpinan dan belum tentu mampu memimpin. Istilah Kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan ketrampilan, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan "pemimpin".

Arti pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan, khususnya kecakapan/ kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan. Pemimpin adalah seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan - khususnya kecakapan-kelebihan di satu bidang , sehingga dia mampu mempengaruhi orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk pencapaian satu beberapa tujuan. (Kartini Kartono, 1994 : 181).
Pemimpin jika dialihbahasakan ke bahasa Inggris menjadi "LEADER", yang mempunyai tugas untuk me-LEAD anggota disekitarnya. Sedangkan makna LEAD adalah :
  • Loyality; Seorang pemimpin harus mampu membagnkitkan loyalitas rekan kerjanya dan memberikan loyalitasnya dalam kebaikan.
  • Educate; Seorang pemimpin mampu untuk mengedukasi rekan-rekannya dan mewariskan tacit knowledge pada rekan-rekannya.
  • Advice; Memberikan saran dan nasehat dari permasalahan yang ada
  • Discipline; Memberikan keteladanan dalam berdisiplin dan menegakkan kedisiplinan dalam setiap aktivitasnya.


PENDEKATAN-PENDEKATAN STUDI KEPEMIMPINAN

A. Pendekatan Sifat (trait approach)
Pendekatan kesifatan, memandang kepemimpinan sebagai suatu kombinasi sifat-sifat (traits) yang tampak pada seseorang.

Keberhasilan atau kegagalan seseorang pemimpin banyak ditentukan atau dipengaruhi oleh sifat-sifat yang dimiliki oleh pribadi seorang pemimpin. Sifat-sifat itu ada pada seseorang karena pembawaan dan keturunan. Jadi, seseorang menjadi pemimpin karena sifat-sifatnya yang dibawa sejak lahir, bukan karena dibuat atau dilatih.

Banyak ahli yang telah berusaha meneliti dan mengemukakan pendapatnya mengenai sifat-sifat baik manakah yang diperlukan bagi seorang pemimpin agar dapat sukses dalam kepemimpinannya. Ghizeli dan Stogdil misalnya mengemukakan adanya lima sifat yang perlu dimiliki seorang pemimpin, yaitu: kecerdasan, kemampuan mengawasi, inisiatif, ketenangan diri, dan kepribadian. Seain itu, dari hasil studi pada tahun 1920-1950, diperoleh kesimpulan adanya tiga macam sifat pribadi seorang pemimpin meliputi ciri-ciri fisik, kepribadian, dan kemampuan atau kecakapan.

Maka, dapat ditarik kesimpulan bahwa berdasarkan pendekatan sifat, keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadi, melainkan ditentukan pula oleh kecakapan atau keterampilan (skills) pribadi pemimpin.

B. Pendekatan Kekuasaan (power aprroach)
Orang-orang yang berada pada pucuk pimpinan suatu organisasi seperti manajer, direktur, kepala dan sebagainya, memiliki kekuasaan power) dalam konteks mempengaruhi perilaku orang-orang yang secara struktural organisator berada di bawahnya. Sebagian pimpinan menggunakan kekuasaan dengan efektif, sehingga mampu menumbuhkan motivasi bawahan untuk bekerja dan melaksanakan tugas dengan lebih baik.

Namun, sebagian pimpinan lainnya tidak mampu memakai kekuasaan dengan efektif, sehingga aktivitas untuk melaksanakan pekerjaan dan tugas tidak dapat dilakukan dengan baik. Oleh karena itu, sebaiknya kita bahas secara terperinci tentang jenins-jenis kekuasaan yang sering digunakan dalam suatu organisasi.
Dalam pengertiannya, kekuasaan adalah kualitas yang melekat dalam satu interaksi antara dua atau lebih individu (a quality inherent in an interaction between two or more individuals). Jika setiap individu mengadakan interaksi untuk mempengaruhi tindakan satu sama lain, maka yang muncul dalam interaksi tersebut adalah pertukaran kekuasaan.
Menurut French dan Raven, ada lima tipe kekuasaan, yaitu :
Reward PowerTipe kekuasaan ini memusatkan perhatian pada kemampuan untuk memberi ganjaran atau imbalan atas pekerjaan atau tugas yang dilakukan orang lain. Kekuasaan ini akan terwujud melalui suatu kejadian atau situasi yang memungkinkan orang lain menemukan kepuasan.


Coervice PowerKekuasaan yang bertipe paksaan ini, lebih memusatkan pandangan kemampuan untuk memberi hukuman kepada orang lain. Tipe koersif ini berlaku jika bawahan merasakan bahwa atasannya yang mempunyai ‘lisensi’ untuk menghukum dengan tugas-tugas yang sulit, mencaci maki sampai kekuasaannya memotong gaji karyawan.
Referent Power,Tipe kekuasaan ini didasarkan pada satu hubungan ‘kesukaan’ atau liking, dalam arti ketika seseorang mengidentifikasi orang lain yang mempunyai kualitas atau persyaratan seperti yang diinginkannya. Dalam uraian yang lebih konkrit, seorang pimpinan akan mempunyai referensi terhadap para bawahannya yang mampu melaksanakan pekerjaan dan bertanggung jawab atas pekerjaan yang diberikan atasannya.
Expert Power,Kekuasaan yang berdasar pada keahlian ini, memfokuskan diripada suatu keyakinan bahwa seseorang yang mempunyai kekuasaan, pastilah ia memiliki pengetahuan, keahlian dan informasi yang lebih banyak dalam suatu persoalan. Seorang atasan akan dianggap memiliki expert power tentang pemecahan suatu persoalan tertentu, kalau bawahannya selalu berkonsultasi dengan pimpinan tersebut dan menerima jalan pemecahan yang diberikan pimpinan. Inilah indikasi dari munculnya expert power.
Legitimate Power,Kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang sebenarnya (actual power), ketika seseorang melalui suatu persetujuan dan kesepakatan diberi hak untuk mengatur dan menentukan perilaku orang lain dalam suatu organisasi. Tipe kekuasaan ini bersandar pada struktur social suatu organisasi, dan terutama pada nilai-nilai cultural. Dalam contoh yang nyata, jika seseorang dianggap lebih tua, memiliki senioritas dalam organisasi, maka orang lain setuju untuk mengizinkan orang tersebut melaksanakan kekuasaan yang sudah dilegitimasi tersebut.

Dari lima tipe kekuasaan di atas mana yang terbaik? Scott dan Mitchell menawarkan satu jawaban. Harus dingat bahwa kekuasaan hampir selalu berkaitan dengan praktik-praktik seperti penggunaan rangsangan (insentif) atau paksaan (coercion) guna mengamankan tindakan menuju tujuan yang telah ditetapkan. Seharusnya orang-orang yang berada di pucuk pimpinan, mengupayakan untuk sedikit menggunakan insentif dan koersif. Sebab secara alamiah cara yang paling efisien dan ekonomis supaya bawahan secara sukarela dan patuh untuk melaksanakan pekerjaan adalah dengan cara mempersuasi mereka. Cara-cara koersif dan insentif ini selalu lebih mahal, dibanding jika karyawan secara spontas termotivasi untuk mencapai tujuan organisasi yang mereka pahami berasal dari kewenangan yang sah (legitimate authority).

C. Pendekatan Perilaku (behaviour approach)
Pendekatan perilaku merupakan pendekatan yang berdasarkan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin. Sikap dan gaya kepemimpinan itu tampak dalam kegiatan sehari-hari, dalam hal bagaimana cara pemimpin itu memberi perintah, membagi tugas dan wewenangnya, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat kerja bawahan, cara memberi bimbingan dan pengawasan, cara membina disiplin kerja bawahan, cara menyelenggarakan dan memimpin rapat anggota, cara mengambil keputusan dan sebagainya.

D. Pendekatan Situasi (situational approach)
Pendekatan situasional ini muncul karena para peneliti mengenai gaya kepemimpinan tidak menemukan pendekatan yang paling efektif bagi semua situasi (Fielder, dengan teori contingency, Tannembaum dan Schmidt, dengan teori rangkaian kesatuan kepemimpinan

Pendekatan situasional biasa disebut dengan pendekatan kontingensi. Pendekatan ini didasarkan atas asumsi bahwa keberhasilan kepemimpinan suatu organisasi atau lembaga tidak hanya bergantung atau dipengaruhi oleh perilaku dan sifat-sifat pemimpin saja. Tiap organisasi atau lembaga memiliki ciri-ciri khusus dan unik. Bahkan organisasi atau lembaga yang sejenispun akan menghadapi masalah yang berbeda karena lingkungan yang berbeda, semangat, watak dan situasi yang berbeda-beda ini harus dihadapi dengan perilaku kepemimpinan yang berbeda pula.

Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi gaya kepemimpinan antara lain: sifat pribadi pemimpin, sifat pribadi bawahan, sifat pribadi sesama pemimpin, struktur organisasi, tujuan organisasi, motivasi kerja, harapan pemimpin maupun bawahan, pengalaman pemimpin maupun bawahan, adat, kebiasaan, budaya lingkungan kerja dan lain sebagainya.

Pendekatan kontingensi menekankan pada ciri-ciri pribadi pemimpin dan situasi. Teori ini bukan hanya penting bagi kompleksitas yang bersifat interaktif dan fenomena kepemimpinan tetapi turut membantu para pemimpin yang potensial dengan konsep-konsep yang berguna untuk menilai situasi yang bermacam-macam dan untuk menunjukkan perilaku kepemimpinan yang tepat berdasarkan situasi.



PENDEKATAN SIFAT-SIFAT KEPEMIMPINAN

Pada mulanya timbul suatu pemikiran bahwa pemimpin itu dilahirkan, pemimpin bukan dibuat. Pemikiran ini dinamakan pemikiran “heredity” (turun temurun). 

Pendekatan turun temurun menyatakan bahwa pemimpin dilahirkan, bukan dibuat – bahwa pemimpin tidak dapat memperoleh kemampuan untuk memimpin, tetapi mewarisinya. Untuk menjamin kelanjutan kepemimpinan dalam garis keturunan maka dilakukan perkawinan antar anggota yang dekat. 
Dengan jalan ini maka kekuasaan dan kesejahteraan dapat dilangsungkan kepada generasi pemimpin berikutnya yang termasuk dalam garis keturunan keluarga yang saat itu berkuasa.

Pada masa berikutnya, timbul suatu teori baru yang dinamakan “Physical Characteristic Theory” (teori ciri fisik) yang dikemukakan oleh W H. sheldon, yang menyatakan bahwa pemimpin itu dapat diciptakan melalui latihan. Dengan demikian setiap orang dapat dilatih menjadi pemimpin,atau dengan kata lain setiap orang berpotensi untuk menjadi seorang pemimpin. Potensi ini dapat menjadi kenyataan apabila yang bersangkutan telah memperoleh latihan kepemimpinan dan berusaha untuk mempraktekkannya.

Hampir semua diktat tentang kepemimpinan memuat uraian yang berhubungan dengan sifat-sifat yang diperlukan oleh seorang pemimpin. Menurut beberapa pendapat dari L. Slank, E. Ghizelli, Robert J. Thierauf, Thomas W. Harrel, George R. Terry,Ordway Tead, Joe Kelly dan lain-lain, menyatakan bahwa seorang pemimpin harus mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
  • takwa
  • percaya diri
  • sehat
  • berjiwa matang
  • cakap
  • bertindak adil
  • jujur
  • berkemauan keras
  • tegas
  • berdaya cipta
  • setia
  • berwawasan situasi
  • cerdik
  • optimis
  • berani
  • komunikatif
  • efisien
  • tanggap
  • disiplin
  • planner
  • manusiawi
  • pembuat keputusan
  • bijaksana
  • kontrol
  • bersemangat
  • bermotivasi kerja
  • percaya diri 
  • tanggung jawab

Terhadap pendekatan sifat ini dapat dikemukakan ulasan sebagai berikut; dalam kenyataan hidup ini tidak akan mungkin ada orang yang memiliki keseluruhan sifat-sifat seperti yang telah disusun diatas. Demikian pula dalam kenyataan berorganisasi tidak akan dapat diketemukan pemimpin yang memiliki keseluruhan sifat-sifat seperti tersebut. Ini hanyalah tipe ideal yang tidak akan ada dalam kenyataan. 
Dalam kenyataan, mungkin akan dapat diketemukan pemimpin yang memiliki sifat-sifat tersebut, tetapi tidak secara penuh keseluruhan. Melainkan hanya dalam beberapa sifat saja, itupun penonjolannya akan berbeda antara pemimpin yang satu dengan pemimpin yang lainnya.

Disamping itu tidaklah mungkin semua sifat-sifat yang telah disusun diatas tadi berlaku untuk pemimpin segala organisasi dalam segala situasi. Situasi sangat berpengaruh untuk menentukan sifat mana yang perlu lebih menonjol dibanding sifat yang lain. Sifat dan situasi merupakan dua hal yang berbeda tetapi tidak dapat dipisahkan. Situasi yang dihadapi oleh organisasi yang satu berbeda dengan situasi yang dihadapi oleh organisasi yang lain. Hal ini terjadi tidak hanya pada organisasi yang berbeda bidang kegiatannya melainkan terjadi pula pada organisasi yang sejenis.


PENDEKATAN PERILAKU KEPEMIMPINAN

PENDEKATAN PERILAKU KEPEMIMPINAN
Peneliti mengemukakan bahwa yang dilakukan pemimpin yang efektif adalah bagaimana mendelegasikan tugas, berkomunikasi dan memotivasi bawahan, dan bagaimana menjalankan tugas dan sebagainya. Disini perilaku pemimpin lebih mudah dipelajari dari pada ciri atau karakteristik pemimpin. Orang dilatih dalam perilaku kepemimpinan yang tetap akan dapat memimpin secara lebih efektif. Ada dua aspek yang dapat dilihat dalam perilaku kepemimpinan, yaitu :

1. Fungsi-fungsi kepemimpinan
Perilaku pemimpin mempunyai dua aspek yaitu fungsi kepemimpinan (style leadership). Aspek yang pertama yaitu fungsi-fungsi kepemimpinan menekankan pada fungsi-fungsi yang dilakukan pemimpin dalam kelompoknya. Agar berjalan efektif, seseorang harus melakukan dua fungsi utama yaitu :
  • Fungsi yang berkaitan dengan pemecahan masalah.
  • Fungsi-fungsi pemeliharaan (pemecahan masalah sosial).

Pada fungsi yang pertama meliputi pemberian saran pemesahan dan menawarkan informasi dan pendapat. Sedangkan pada fungsi pemeliharaan kelompok meliputi menyetujui atau memuji orang lain dalam kelompok atau membantu kelompok beroperasi lebih lancar.

2. Gaya-gaya kepemimpinan
Pada pendekatan yang kedua memusatkan perhatian pada gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan meliputi :
  • Gaya dengan orientasi tugas.
  • Gaya berorientasi dengan karyawan.

Pada gaya yang pertama pemimpin mengarahkan dan mengawasi melalui tugas-tugas yang diberikan kepada bawahannya secara tertutup, pada gaya ini lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan daripada pengembangan dan pertumbuhan karyawan. Sedangkan gaya yang berorientasi pada karyawan lebih memperhatikan motivasi daripada mengawasi, disini karyawan diajak untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan melalui tugas-tugas yang diberikan.



TEORI X DAN TEORI Y DARI MC.GREGOR

Douglas McGrogor mengemukakan strategi kepemimpinan efektif dengan menggunakan konsep manajemen partisipasi. Konsep ini terkenal karena menggunakan asumsi-asumsi sifat dasar manusia. Pemimpin yang menyukai teori X cenderung menyukai bergaya kepemimpinan otoriter dan sebaiknya seorang pemimpin yang menyukai teori Y lebih cenderung menyukai gaya kepemimpinan demokratik

Asumsi teori X :
  • Rata-rata kodrat manusia malas atau tidak menyukai pekerjaan dan akan menghindarinya bila mungkin.
  • Rata kodrat manusia lebih menyukai diarahkan, menginginkan jaminan hidup diatas segalanya, ambisi relatif kecil, ingin menghindari tanggung jawab.
  • Karakteristik manusia dalam menjalankan tugas untuk mencapai organisasi cenderung dipaksa, diawasi, diarahkan atau diancam dengan hukuman.

Asumsi teori Y :
  • Rata-rata kodrat manusia dalam kondisi layak, belajar tidak hanya untuk menerima tapi mencari tanggung jawab.
  • Penghargaan yang berhubungan dengan prestasi merupakan tujuan.
  • Potensi intelektual manusia dalam kondisi kehidupan industri digunakan hanya sebagian.
  • Penggunaan phisik dan mental merupakan kodrat manusia.
  • Pengarahan dalam usaha pencapaian tujuan organisasi tidak hanya dengan cara mengawasi dan mengancam dalam bentuk hukuman. Orang akan melakukan pengendalian diri dan pengarahan diri untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
  • Punya kapasitas untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan kreatifitas dalam penyelesaian masalah-masalah organisasi yang tersebar secara luas pada seluruh karyawan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar