Rabu, 25 Maret 2015

CHARLIE HEBDO & CHAPEL HILL

CHARLIE HEBDO

      Pada 7 Januari 2015, sekitar pukul 11:00, tiga pria menggunakan masker melakukan penyerangan di kantor pusat majalah satir Perancis Charlie Hebdo di Paris. Laporan awal menyebutkan bahwa 12 orang tewas dan 10 orang terluka dalam serangan ini. Pria bersenjata memasuki gedung dan mulai menembak dengan senjata otomatis, dilaporkan sekitar 50 tembakan telah dilakukan. Insiden ini merupakan serangan yang mematikan di Paris sejak tahun 1989.


Kejanggalan Peristiwa Charlie Hebdo Versi Jurnalis Independen


Menurut di dalam artikel intriknews.com

1) 10 orang dikabarkan seharusnya tewas dan lainnya terluka. Namun, di TKP hanya terdapat 2 ambulan saja. Bukankah seharusnya dibutuhkan lebih dari 2 ambuan untuk mengevakuasi korban sebanyak itu?

2) Memang suara tembakan yang terekam nampak seperti suara tembakan sungguhan, tetapi gambar yang ada tidak begitu jelas menampakkan lubang akibat tembakan. Yang terlihat justeru seperti stiker lubang peluru imitasi. Sementara pada adegan lain, salah seorang polisi kelihatan tertawa di sebelah mobil yang tertembak itu. Bukankah seharusnya suasananya mengharukan, saat seseorang ada yang tertembak? Sebagai tambahan, gambar situasi reka penembakan kaca depan pada Google menghasilkan kerusakan begitu besar pada seluruh bagian kaca depan, sementara pada kejadian di Perancis itu hanya menyisakan lubang kecil yang terpusat pada satu titik saja, apakah itu mungkin?

3) Semua orang yang beperan pada kejadian tersebut memiliki gaya rambut French Foreign Legion (Legiun Asing Perancis). Sangat aneh bukan jika supir taksi dan EMT berambut seperti personil militer?

4) Jika para pelaku dikabarkan melarikan diri dan tidak tertangkap, bagaimana mungkin polisi Perancis dapat mengidentifikasi mereka dalam hitungan jam, sementara tidak ada satu pun wajah pelaku yang tertangkap kamera dimanapun? Jika terdapat paspor seperti pada insiden-insiden 911 atau MH17 tentu itu dapat menjelaskan identitas. Namun, tidak ada satupun pelaku yang menyerahkan paspornya. Lantas, darimana polisi mengetahui bahwa pelaku itu beragama Islam, bukannya agen Mossad yang sedang melakukan tugas lapangan? Mengherankan bukan?

5) Tidak ditemukan foto atau cuplikan adegan yang memperlihatkan tetasan darah, bahkan hanya darah palsu dari para polisi atau korban yang katanya ditembak dengan AK-47. Padahal mereka tergeletak selama 10 detik di trotoar sebelum tembakan kedua kali, dan tidak ada darah setelah itu! Sungguh sangat janggal, jika ini kejadian nyata.

6) Target dikatakan adalah sekelompok orang beragama yahudi, siapa yang biasanya menampilkan adegan teror B.S. paling sering? Ini memuakkan.

7) Mengapa jalanan sangat lengang dan tidak ada lalu lintas? Insiden ini seperti sudah disetting. Seolah-olah daerah itu telah disterilisasi sebelum ada kejadian, sehingga “pelaku teror” tahu bahwa area itu aman untuk memerkirkan kendaraannya ddi tengah jalan dan melakukan penembakan di satu titik strategis.

8) Bagaimana para penyerang tahu bahwa hari itu akan ada pertemuan besar antar staff Charlie Hebdon, dimana semua orang penting “tertarget” akan hadir bersamaan? Pembunuhan sekali waktu yang mudah bukan? Apakah ini ada pertolongan NSA atau badan intelijen lain semacamnya?

9) Charlie Hebdon sebelumnya dikabarkan menghadapi masalah keuangan yang serius, mengapa tidak pada saat itu dijadikan momen psy ops? Itu adalah alasan yang bagus untuk menutup kantor Charlie Hebdon, tanpa membuat adegan sedramatis ini?

10) Tidak ada bukti penarikan AK saat terjadi penembakan. Maka dicurigai bahwa senapan AK itu kosong. Lantas kalaupun isi, apakah pelurunya peluru karet? Apapun pelurunya, tidak ada jejak darah di pihak polisi. Padahal sebuah peluru AK telah melesat. Kalaupun polisinya menggunakan rompi anti-peluru, hanya pistol tangan saja yang tidak dapat menembusnya, bukan senapan AK. Ketiadaan penarikan senapan AK, sama saja dengan tembakan kosong.

11) Inkonsistensi ke-11: Semua video itu direkam dari atap gedung. Untuk kejadian yang kurang dari 1 menit, mana ada beberapa orang begitu kompak dan gesit naik ke atas gedung yang berbeda untuk mengabadikan sebuah insiden secepat itu? Lagipula, atap bangunan itu atap biasa, tidak cocok untuk mengambil gambar. Bahkan tak seperti atap sekokoh Starbucks atau semacamnya (yang bisa menopang bobot orang yang mengambil gambar). Jika orang-orang itu sudah ada di atap itu dari sebelumnya, betapa sempurnanya prediksi mereka bahwa disana akan ada sebuah insiden hebat, sehingga mereka dapat merekamnya dari sudut yang sempurna dari awal sampai akhir kejadian. Hanya ada satu jawaban rasional untuk ini. Mereka naik ke atap gedung dengan sengaja, untuk merekam kejadian yang sudah direncanakan sebelumnya. Kalaupun mereka petugas perbaikan atap, betapa hebatnya mereka semua memiliki hanphone dengan kamera seragam untuk merekam kejadian yang terjadi hanya sekitar 15 menit. Sudut pengambilan gambarnya begitu sempurna, begitu pula waktu pengambilan gambar dan posisi kameranya terlalu sempurna dan tidak mungkin dilakukan secara spontan. Bahkan robot android Data dari Star Trek tidak akan mampu naik ke atas atap untuk mengambil gambar dalam waktu secepat itu dan dengan gambar sebagus itu untuk direkam.

12) Inkonsistensi ke-12: satu tersangka pengendara yang melarikan diri saat insiden itu terjadi sedang ada di sekolah. Sementara teman-teman sekolahnya berdiri di depannya. Teman sekelas tersangka penembakan Paris yang berusia 18 tahun, telah melakukan aksi protes dengan mengatakan bahwa temannya tidak bersalah. Ia ada di dalam kelas saat insiden penembakan di Charlie Hebdo terjadi dan menewaskan 12 orang itu. Hamyd Mourad dilaporkan telah menyerahkan diri kepada polisi sekitar pukul 11 malam setelah ia melihat namanya disebutkan di berita. Sementara kawan-kawannya mengatakan bahwa ia memiliki alibi bahwa ia tidak bersalah, karena Hamyd Mourad ada di dalam kelas saat itu. Tapi tentu saja, hal ini tidak ada pengaruhnya, seperti pemboman Boston, saat teman seasrama mengatakan Tsnarev tidak ada di lokasi pengeboman saat insiden terjadi. Sekali nama seseorang dipublikasikan sebagai tersangka, maka dia akan hancur sebagai penjahatnya. Sayang sekali Hamyd Mourad, ia tidak dapat berharap bahwa sistem yahudi ini akan membebaskannya. Ia akan masuk ke Guantanamo.


CHAPEL HILL

Chapel Hill (ANTARA News) Aksi penembakan terhadap tiga orang di Chapel Hill, Amerika Serikat di duga hanya memiliki motif perselisihan lahan parkir, meskipun pelaku banyak memposting pesan anti-agama di dalam akun Facebooknya.

Seperti diberitakan Reuters, seorang pria bersenjata dituduh membunuh tiga  Muslim tetangganya atas tuduhan sengketa parkir dan adanya kemungkinan kejahatan rasial.

Craig Stephen Hicks (46) mahasiswa paralegal dari Chapel Hill, didakwa dengan pembunuhan tingkat pertama dalam penembakan hari Selasa (11/2) sekitar 05:00 (2200 GMT) tiga km dari Kampus University of North Carolina.

Para korban adalah pengantin baru Deah Shaddy Barakat (23) mahasiswa kedokteran gigi dari University of North Carolina, dan istrinya Yusor Mohammad (21), serta adik Yusor, Razan Mohammad Abu-Salha (19).

Ketiganya terlibat dalam program bantuan kemanusiaan.

Sesudah kejadian tersebut, sejumlah mahasiswa UNC berkumpul pada hari untuk membacakan doa bagi ketiga korban penembakan.

Yusor Mohammad rencananya akan bergabung dengan suaminya sebagai mahasiswa di UNC akhir tahun ini.

Hakim County Durham yang memerintahkan tersangka ditahan tanpa jaminan sambil menunggu sidang 4 Maret.

Berdasarkan penyelidikan Polisi menunjukkan motif penembakan itu adalah sengketa parkir. 

Mereka juga mengatakan Hicks, yang tidak memiliki sejarah kriminal di Chapel Hill, menyerahkan diri dan bekerja sama.

Pembunuhan mengundang kecaman internasional. Penembakan memicu tagar #MuslimLivesMatter pada media sosial dengan banyak yang menyebutkan kurangnya liputan berita atas kejadian tersebut.

"Saya pikir bahwa umat Islam hanya bisa menjadi berita ketika berada di belakang senjata, tidak di depannya," menurut cuitan akun Twitter milik @biebersrivals.

Aktivis Muslim menuntut pihak berwenang menyelidiki kemungkinan motif kebencian agama.

"Kami memahami kekhawatiran tentang kemungkinan bahwa ini adalah kejahatan termotivasi kebencian," kata Kepala Kepolisian Chapel Hill Chris Blue dalam sebuah pernyataan.

Pembunuhan bergaya eksekusi
Kasus penembakan tersebut terjadi di sebuah kompleks kondominium di daerah berhutan penuh dengan bangunan dua lantai. Para tetangga mengatakan lokasi parkir sering menjadi titik pertikaian.

"Saya telah melihat dan mendengar (Hicks) sangat tidak ramah kepada banyak orang dalam komunitas ini," kata Samantha Maness (25) seorang mahasiswa perguruan tinggi. 

Namun, Samantha mengatakan bahwa dirinya belum pernah melihat Hicks menunjukkan permusuhan berdasarkan agama.

Dalam akun Facebooknya, gambar profil Hicks menyatakan "Ateis untuk Kesetaraan" dan ia sering mengunggah kutipan kritik terhadap agama.

Pada 20 Januari ia memposting foto dari pistol revolver miliknya dengan kaliber 38 yang berisi amunisi.

Istri Hicks Karen Hicks kepada wartawan pada konferensi pers bahwa suaminya telah sudah lama kesal dalam perselisihan atas lokasi parkir dan pembunuhan ini tidak ada hubungannya dengan agama. 

Dia mengatakan Hicks tidak penuh kebencian dan percaya "setiap orang adalah sama."

Keluarga Barakat mendesak penembakan diselidiki sebagai kejahatan kebencian dan mengatakan ketiga tewas dengan tembakan di kepala.

"Hari ini, kami menangis karena rasa sakit yang tak terbayangkan atas pembunuhan gaya eksekusi," kata Barakat kakak perempuan Suzanne wartawan. Dia mengatakan kakaknya ringan-hati dan mencintai basket.

Insiden ini tampaknya bukan aksi yang ditargetkan terhadap Muslim Carolina Utara, ujar Jaksa AS untuk Distrik Tengah North Carolina, Ripley Rand pada konferensi pers dengan para pejabat polisi setempat.

Imam Abdullah Antepli, Kepala Perwakilan Muslim di Duke University, mengatakan dalam konferensi pers bawa kejadian itu belum tentu terjadi karena kebencian agama dan menyerukan pelonggaran ketegangan.
        
Kelompok-kelompok seperti Muslim Public Affairs Council, Council on American-Islamic Relations (CAIR) dan komunitas lokal Raleigh Muslims for Social Justice menyerukan penyelidikan federal adanya kemungkinan kejahatan kebencian agama.

"Saya berharap tragedi yang mengerikan ini akan menjadi titik balik yang membawa realitas bahwa jika kita terus mengutuk Muslim dan menyamakan agama mereka dengan terorisme, hal itu akan menyebabkan lebih banyak serangan," kata Manzoor Cheema, co-founder Muslims for Social Justice.

Barakat, seorang warga negara Amerika asal Suriah, menulis dalam posting Facebook terakhirnya tentang menyediakan pasokan gigi gratis dan makanan kepada orang-orang tunawisma di pusat kota Durham. 

Dia mengumpulkan dana untuk perjalanan ke Turki dengan 10 dokter gigi lain untuk memberikan tambalan gratis, saluran akar dan instruksi kebersihan mulut untuk anak-anak pengungsi Suriah.


Analisis :
      Di wilayah Eropa, Amerika, Agama Islam masih menjadi agama yang belum bisa diterima agama agama yang mayoritas, dengan banyak nya diskriminasi, dan maslah masalah. Apabila Orang Muslim yang melakukan pelanggaran Hukum entah itu penembakan, atau hal hal yanglain, maka media barat mengekspos dengan secara terus menerus. Namun, apa bila orang muslim yang menjadi korban, maka hanya beberapa media saja dan hanya beberapa hari saja berita yang di ekspos, itu juga dengan tuduhan kesalahan "korban" tersebut.

Ref :

http://www.intriknews.com/2015/01/ini-10-kejanggalan-peristiwa-charlie.html?m=1
- http://www.antaranews.com/berita/479620/penembakan-di-chapel-hill-bermotif-perselisihan
- http://id.wikipedia.org/wiki/Penembakan_Charlie_Hebdo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar